Sabtu, 17 Februari 2018

KLASIK KOLONIAL, JENGKI, DAN TEGEL LAWAS

Banyak pelanggan kami yang menanyakan apa hubungan  tegel /ubin lawas (vintage tile), terhadap gaya arsitektur klasik kolonial di Indonesia. Terbuat dari apa tegel lawas ini ?   Bagaimana cara pembuatannya di masa lalu dan sekarang, apakah ada perubahan teknik ?

 Pertanyaan-pertanyaan tersebut diatas adalah pertanyaan yang paling banyak datang ke tim pemasaran kami. Nah, untuk memberi pemahaman singkat tentang produ tegel lawas / vintage tile, kali ini kami akan membahas sejarah singkat dan kaitannya dengan produk tegel lawas kami.
MASA KOLONIALISASI
Era kolonialisasi Belanda di Indonesia diwarnai dengan era perdagangan, peperangan, penyebaran agama, hingga infiltrasi budaya termasuk gaya arsitektur.
Di masa 1800-an , gaya neo klasik sangat digandrungi di dataran Eropa, juga menjadi inspirasi insinyur - insinyur muda kebangsaan belanda yang bertugas di Indonesia untuk berkarya.
Maka saat itu juga, dimulailah era neo klasik arsitektur Indonesia dengan karakter keberadaan kolom-kolom bergaya yunani, hiasan floral melekuk-lekuk  art-neuveou, lengkap dengan  hukum proporsi dan keteraturan komposisi kolom, pintu, jendela, atap dengan melakukan penyesuaian ke iklim tropis  Hindia Belanda; nama gugusan pulau Sumatera hingga Papua  saat itu .
 Gedung Sate Bandung.












MASA PERJUANGAN KEMERDEKAAN HINGGA 1960.
Menjelang masa perjuangan dan kemerdekaan1920-1945, tren arsitektur Indonesia memasuki era perubahan ke ornamen yang lebih simpel, garis tegas art-deco; mengurangi ornamen floral .
 Art Deco memiliki ciri khas garis yang tegas, dan berkurangnya ragam garis lengkung floral-fauna ala Art Neuvou.

ERA JENGKI
Era 50-60 an, lebih kental dengan era pemberontakan arsitek pribumi yang melakukan perlawanan atas pakem aturan "keteraturan proporsi dan simetris" Neo Klasik Era kolonial, dengan menyajikan desain komposisi asimetris.
Dimotori oleh anak bangsa sendiri lulusan sekolah sekolah setingkat menengah atas jurusan teknik, garis bentuk yang berani hadir sesuai makna filosofis perlawanan akan kemapanan keteraturan, namun tetap memperhatikan kondisi iklim tropis Indonesia, misalnya dengan tetap menyajikan overstek atap yang cukup untuk melindungi jendela dari tampias air hujan . 
Era yang singkat ini (* hanya 1 dasawarsa) melahirkan era arsitektur "jengki" yang saat ini  menjadi bagian dari legenda sejarah arsitektur tanah air.
Arsitektur Jengki Indonesia Era 50's yang berusaha keluar dari pakem keteraturan dan kesimetrisan.










TEGEL LAWAS
Di Era Kolonial  sd Era Jengki 60-an, selain penggunaan parket kayu dan granit / marmer alam yang telah lebih dahulu menghiasi bangunan - bangunan pemerintahan kolonial, arsitek dan insinyur berusaha menemukan material bahan bangunan yang kuat, relatif murah dan dapat diproduksi massal dengan mudah.

Seiring dengan penemuan semen, campuran kapur dan pigmen warna,  maka tegel / ubin menjadi solusi ekonomis dibanding proses menambang, cutting and polishing marmer atau granit alam. 
Pabrik2 tegel/ubin mulai bermunculan di tanah air khususnya di Pulau Jawa dengan ragam pola hias yang dipengaruh neo klasik dan art deco.
*Gambar proses produksi tegel keraton. (sumber:ubinkeraton.com)
Pewarnaan di molding, proses press (pemadatan), dan pengeringan.

Dengan mengandalkan kreatifitas ragam hias, sinar matahari dan proses pembuatan dengan tangan, tegel/ubin lawas (vintage tile) di era modern ini memberi kesan vintage tersendiri yang kembali digandrungi masyarakat.  Tidak ada perubahan sama sekali dari sisi teknologi dan cara pembuatannya sejak dulu hingga produksi tegel lawas saat ini, hanya penambahan ragam motif/ragam hias yang modern untuk menyesuaikan selera pasar.
Uniknya lagi, variabel sinar matahari dan kenyataan bahwa produk ini adalah hand-made mengakibatkan hasil akhir yang tidak sempurna pada sebuah tipe ; baik dari shading (nuansa gelap terang) maupun motif (warna motif tidak benar2 seragam layaknya batik tulis) . Justru keunikan inilah yang menjadi daya tarik tersendiri, menjadi keotentikan yang diburu oleh pecinta tegel lawas / vintage tile  dalam hal ini vintage cement tile.

Akhir kata, untuk rekan2 Arsitek - Designer Interior ataupun pemilik hunian yang merindukan nuansa klasik vintage /retro di hunian anda, dapat menghadirkan suasana tersebut dengan mengaplikasikan produk ini. Dengan penambahan furnitur dan aksesoris yang tepat seperti Baththub Claw-foot di bathroom anda, tentu akan semakin memperkuat  kreasi vintage /retro anda. Selamat mencoba . (*.)

________________
** Catatan: era keramik bakar yang menggunakan  firing kiln (tungku bakar) sebenarnya sudah dikembangkan di Itali dan China pada masa kolonial , namun saat itu belum populer di Indonesia karena proses pembuatannya yang relatif mahal dan membutuhkan skill tinggi dan bahan baku yang sesuai spesifikasi.

1 komentar: